Tentang SNI
Standar Nasional Indonesia (disingkat SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia Teknis) dan ditetapkan oleh BSN
Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu:
- Openess (keterbukaan) : Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
- Transparency (transparansi) : Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;
- Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak) : Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;
- Effectiveness and relevance : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Coherence : Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan
- Development dimension (berdimensi pembangunan) : Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
Logo SNI
(sumber Strategi BSN 2006-2009) http://www.bsn.go.id
Penerapan Standar Wajib Helm ber-SNI
Terdapat data yang cukup mencengangkan terkait dengan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor. Data Global Road Safety Partnership (GRSP), lembaga internasional berbasis di Jenewa, menyebutkan 84 persen kecelakaan di jalan raya melibatkan sepeda motor, dan 90 persen korbannya menderita luka parah di kepala. Sedangkan berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan, pada tahun 2008 menyebutkan, dari 130.062 kendaraan yang terlibat dalam 56.584 kecelakaan lalu lintas yang terjadi, 95.209 di antaranya adalah sepeda motor (73 % dari total kendaraan yang terlibat). sumber: http://www.bsn.go.id
Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-2017 Sumber : https://www.bps.go.id |
Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor dapat mengakibatkan pengendara dan atau penumpangnya mengalami luka parah, atau bahkan sampai meninggal dunia. Hal ini salah satunya disebabkan karena minimnya perlindungan pada pengendara sepeda motor. Bila dibandingkan dengan mobil, sepeda motor tidak memiliki instrumen peredam, sabuk keselamatan (safety belt) dan kantong udara (air bag) guna menahan benturan. Memang sepeda motor memiliki keunggulan ukuran yang lebih kecil dibandingkan mobil. Hal ini membuat pengendara menjadi mudah untuk melaju dan bergerak di keramaian lalu lintas. Namun, hal ini jugalah yang kemudian dapat membuat mereka mudah terlibat dalam kecelakaan dan biasanya pengendara sepeda motor mengalami luka serius.
Tingginya angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor ini, diiringi juga dengan fakta hasil penelitian di Indonesia, bahwa satu dari tiga orang yang kecelakaan sepeda motor mengalami cedera di kepala. Dampak lebih lanjut dari cedera di kepala dapat menyebabkan gangguan pada otak, pusat sistem syaraf, dan urat syaraf tulang belakang bagian atas. Gegar otak biasanya sulit untuk dipulihkan. Tentu saja hal ini dapat mengganggu ketentraman hidup yang bersangkutan dan keluarganya.
Guna melindungi pengendara sepeda motor, di Indonesia telah dibuat undang-undang tentang kewajiban memakai helm bagi pengendara sepeda motor. Undang-undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 106 ayat 8 mensyaratkan bagi semua pengendara sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm yang memenuhi standar nasional Indonesia. Pengendara dan atau penumpang yang tidak memakai helm dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan, atau denda sebesar Rp, 250.000 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah ).
Ketentuan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia juga berlaku bagi setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah (pasal 106 ayat 7).
Untuk meminimalisir dampak kecelakaan sepeda motor (terutama pada bagian kepala), mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia saat berkendara merupakan hal yang wajib mendapat perhatian khusus.
Pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan helm atau hanya menggunakan helm plastik/topi proyek (tidak memiliki pelindung dalam), jika kecelakaan akan mempunyai peluang luka otak tiga kali lebih parah dibanding mereka yang memakai helm yang memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia).
Kewajiban Menggunakan Helm SNI
Kewajiban menggunakan helm standar nasional Indonesia bagi pengendara sepeda motor diatur dalam Pasal 57 ayat (1) jo ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU No. 22/2009”) yang berbunyi :
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.
(2) Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.
Selain itu, Pasal 106 ayat (8) UU No. 22/2009 mengatur bahwa:
“Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.”
Jadi, berdasarkan ketentuan di atas pengendara motor baik pengemudi maupun penumpang diwajibkan menggunakan helm dengan standar nasional Indonesia. Apabila melanggar, ancaman atas pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 291 UU No. 22/2009 yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Adapun helm dengan standar nasional Indonesia sesuai UU No. 22/1009 dapat diketahui dari adanya tanda SNI pada helm. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 3 huruf b Peraturan Menteri Perindustrian No. 40/M-IND/PER/6/2008 Tahun 2008 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib.
Hukuman
Pada Pasal 291 mengatur, jika pengendara motor di jalan tidak mengenakan helm SNI, maka diancam pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp 250.000. Lebih jauh lagi, jika pengendara motor membiarkan boncenger tidak mengenakan helm SNI maka diancam hukuman yang sama.
Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) menjelaskan, helm hanya mereduksi 40 persen kejadian kematian dari kecelakaan saat berkendara. Selain itu helm cuma bisa rata-rata menangkal 70 persen risiko cedera berat dari kecelakaan.
Jadi helm saja belum cukup, biar selamat di jalan pengendara motor juga harus berorientasi pada keselamatan berkendara. Selain perlengkapan wajib, berkendara aman juga memerlukan sikap positif pengendara dan minimnya faktor penyebab di luar dugaan.
Oke sob, jadi itulah seputaran tentang helm SNI, jangan lupa share ke teman-teman kalian jika informasi ini bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Peraturan Menteri Perindustrian No. 40/M-IND/PER/6/2008 Tahun 2008 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib
Syarat Helm Mendapatkan SNI
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pemotor membuat pemerintah bersama pihak terkait yakni kepolisian dan dinas perhubungan terus berupaya meminimalisasi. Salah satunya adalah menerapkan penggunaan helm dengan spesifikasi standar nasional Indonesia atau SNI.
Penggunaan helm SNI sudah diberlakukan sejak 1 April 2010 lalu. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas pun mewajibkan pengendara roda dua untuk menggunakan helm. Denda yang diberikan bila tidak menggunakan helm terutama berlabel SNI mencapai Rp250 ribu.
Menurut Direktur Ramopro Performance, Richard Ryan, kepada VIVA.co.id, beberapa spesifikasi atau ketentuan helm yang memenuhi standar SNI diantaranya material helm terbuat dari bahan yang kuat dan bukan logam, serta tidak berubah jika ditempatkan pada suhu nol hingga 55 derajat celsius paling tidak selama empat jam.
Selain itu, helm SNI juga harus tahan dari pengaruh bensin, sabun, air, detergen, maupun radiasi ultraviolet. Sementara, bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air, dan juga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu.
Adapun, untuk konstruksi helm, standar SNI menetapkan bahwa helm harus terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus, lapisan peredam benturan, dan tali pengikat ke dagu. Tinggi helm minimal 114 milimeter diukur dari puncak helm ke bidang utama, dengan keliling masing-masing 500 milimeter untuk ukuran S, 540 hingga 580 milimeter untuk ukuran M, 580 hingga 620 milimeter untuk ukuran L, dan lebih dari 620 milimeter untuk ukuran XL.
SNI 1811-2007 menetapkan spesifikasi teknis untuk helm pelindung yang digunakan oleh pengendara dan penumpang kendaraan bermotor roda dua, meliputi klasifikasi helm standar terbuka (open face) dan helm standar tertutup (full -face).
1. Material :
Bahan helm harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a). Dibuat dari bahan yang kuat dan bukan logam, tidak berubah jika ditempatkan di ruang terbuka pada suhu 0 derajat Celsius sampai 55 derajat Celsius selama paling sedikit 4 jam dan tidak terpengaruh oleh radiasi ultra violet, serta harus tahan dari akibat pengaruh bensin, minyak, sabun, air, deterjen dan pembersih lainnya
b). Bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air dan tidak dapat terpengaruh oleh perubahan suhu
c). Bahan-bahan yang bersentuhan dengan tubuh tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat menyebabkan iritasi atau penyakit pada kulit, dan tidak mengurangi kekuatan terhadap benturan maupun perubahan fisik sebagai akibat dari bersentuhan langsung dengan keringat, minyak dan lemak si pemakai.
Lapisan Luar & Dalam :
1. Lapisan luar yang keras (hard outer shell)Disain Lapisan Luar & Dalam :
Di desain untuk dapat pecah jika mengalami benturan untuk mengurangi dampak tekanan sebelum sampai ke kepala. Lapisan ini biasanya terbuat dari bahan polycarbonate.
2. Lapisan dalam yang tebal (inside shell or liner)
Disebelah dalam lapisan luar adalah lapisan yang sama pentingnya untuk dampak pelapis penyangga. Biasanya dibuat dari bahan polyatyrene (Styrofoam). Lapisan tebal ini memberikan bantalan yangh berfungsi menahan goncangan sewaktu helm terbentur benda keras sementara kepala masih bergerak. Sewaktu ada tabrakan yang membenturkan bagian kepala dengan benda keras, lapisan keras luar dan lapisan dalam helm menyebarkan tekanan ke seluruh materi helm. Helm tersebut mencegah adanya benturan yang dapat mematahkan tengkorak.:
3. Lapisan dalam yang lunak (comfort padding)
Merupakan bagian dalam yang terdiri dari bahan lunak dan kain untuk menempatkan kepala secara pas dan tepat pada rongga helm.
Helm full face merupakan helm yang memberi perlindungan lebih dan terasa nyaman saat memakainya. Ini merupakan jenis helm yang paling aman. Helm jenis ini tetap memberikan jaminan pendengaran terhadap suara dari lingkungan sekitar, melindungi dari angin dan matahari. Helm full face melindungi mata dari debu, polusi, hujan, serangga dan batu kecil yang mungkin terpental dari kendaraan lain. Dari beberapa pengujian menunjukkan bahwa helm full face tidak mengganggu penglihatan dan pendengaran. Jadi tidak ada alasan anda tidak menggunakan helm.
Pengujian helm mencakup :
- uji penyerapan kejut,
- uji penetrasi,
- uji efektifitas sistem penahan,
- uji kekuatan sistem penahan dengan tali pemegang,
- uji untuk pergeseran tali pemegang,
- uji ketahanan terhadap keausan dari tali pemegang,
- uji impak miring,
- uji pelindung dagu dan
- uji sifat mudah terbakar.
Saat ini, sudah banyak beredar helm standar SNI di pasaran dengan berbagai merek dan harga mulai dari Rp 130 ribu hingga Rp 300 ribu.
Di Indonesia sendiri banyak terdapat produsen helm baik skala industri kecil maupun pabrik besar dengan berbagai pilihan merek. Tidak mudah untuk mendapatkan sertifikat SNI bagi produsen helm karena produk yang dikenakan SNI bertujuan untuk melindungi konsumen sebagai pemakai.
Selain helm, produk yang juga harus punya sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) Kementerian Perindustrian adalah perabot dapur, kabel listrik, kompor, lampu, mainan anak dan berbagai bahan konstruksi bangunan.
Produsen helm yang berniat meluncurkan produknya ke pasaran lebih dulu mengajukan permohonan Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI (SPPT) ke Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standarisasi (LSPro-Pustan) Kementerian Perindustrian. Permohonan SPPT dilampiri dengan fotokopi Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu SNI 19-9001-2001 (ISO 9001:2000) yang telah dilegalisir yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Setelah verifikasi permohonan disetujui kemudian dilakukan audit sistem manajemen mutu produsen yang meliputi audit kecukupan atau tinjauan dokumen. Setelah itu dilakukan pengujian dan penilaian sampel produk. Jika penilaian sampel produk sesuai maka akan diadakan keputusan sertifikasi oleh pihak terkait.
Pemberian SPPT-SNI sendiri didasarkan pada hasil evaluasi produk yang memenuhi syarat yaitu kelengkapan administrasi, ketentuan SNI, dan proses produksi serta manajemen mutu yang diterapkan dapat menjamin mutu produk konsisten.
Karenanya, untuk itu pemotor diharapkan dapat memperhatikan spesifikasi helm SNI saat akan membeli, guna menghindari helm SNI palsu yang juga banyak beredar di pasaran.
Cara Membedakan Helm SNI Asli Atau Palsu
Tidak semua helm berlogo SNI berkualitas sesuai standar. Banyak helm SNI palsu sekarang beredar, tetapi masyarakat tidak tahu karena tidak bisa membedakan yang asli dengan yang palsu.
Hal tersebut disampaikan Imam Prasetyo, perwakilan dari Asosiasi Industri Helm Indonesia di Yogyakarta, Jumat (11/6). Helm SNI palsu yang kebanyakan buatan industri rumah tangga asal Jakarta ini jelas beda kualitasnya dengan helm SNI yang sesuai standar.
"Secara tampilan fisik sulit membedakan embos SNI yang asli dan yang palsu. Sebab, embos di batok helm itu mudah dibuat. Tinggal ganti cetakan, beres. Cara paling gampang membedakan keaslian SNI, barangkali pada harga helm," ujar Imam.
Helm yang asli SNI di pasaran biasanya dilepas dengan harga Rp 80.000-Rp 350.000. Imam yang juga distributor di PT Tarakusuma Indah Helm untuk wilayah DI Yogyakarta memegang distribusi helm merek KYT, MDS, BMC, HIU, Tsunami, dan INK. Berat helm SNI yang asli di atas 1 kilogram.
Adapun helm-helm SNI palsu, sejauh pengamatannya, dijual dengan harga lebih murah yaitu di bawah Rp 60.000. Jika harga helm Rp 50.000, bisa dipastikan itu helm SNI palsu. Ciri lain, berat helm SNI palsu lebih ringan dibandingkan helm SNI asli. Selain itu, batok helm SNI palsu biasanya tidak sekokoh helm SNI asli.
Di salah satu kios helm di Kamdanen, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, misalnya, terdapat satu merek helm SNI palsu. Sepintas, tampilan helm seharga Rp 50.000 itu tak berbeda dengan helm SNI asli yang paling murah (Rp 80.000). Embos SNI tercetak meyakinkan, sama persis dengan helm-helm SNI yang asli.
Namun, ketika batok helm dipegang, helm SNI palsu itu gampang ditekuk. Gabus di sisi dalam helm juga lebih tipis. Meski demikian, Arman, penjual helm, meyakini helm ini sudah memenuhi syarat SNI karena ada embos SNI. Namun, ketika ditanyakan, apakah embos SNI ini menjamin asli atau tidak, dia tidak tahu. "Secara tampilan, helm ini kurang meyakinkan," ujarnya.
Penjual helm, menurut Imam, belum tentu paham asli atau palsunya embos SNI. Mestinya segera digelar razia helm SNI palsu. Juga sosialisasi ke masyarakat agar mengenal merek-merek helm SNI yang asli.